Posted by
Unknown
|
0
comments
Hotel di Vasternburg Diminta Dibatalkan
SOLO- Rencana pembangunan Hotel Boutique di lahan Benteng Vasternburg lebih tepat dibatalkan. Sebab, bila rencana itu direalisasikan, pembuat bangunan bisa dipidana maksimal tiga tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Tak hanya itu, sanksi yang terdapat dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang juga menyebutkan, pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Hal itu diungkapkan Ketua Pansus RTRW, YF Sukasno, kemarin. Menurutnya, saat ini panitia khusus (pansus) DPRD Surakarta tengah membawah rancangan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah (Raperda RTRW). Di dalamnya memuat peruntukan kawasan Benteng Vasternberg yang tidak semestinya menjadi kawasan komersial.
’’Sebab lokasi itu merupakan segitiga kawasan emas budaya kota Solo. Benteng Vasternburg juga merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi UU 5/1992,’’ katanya seusai pembahasan Raperda RTRW, yang ditarget selesai pada November ini.
Tim ahli Pansus Raperda RTRW, Ir Winny Astuti MSc PhD dari Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitek FT UNS mengatakan, Benteng merupakan segitiga kawasan budaya kota yang harus dipertahankan. Sebab bila dibangun hotel, jelas akan merusak fisik bangunan yang termasuk cagar budaya yang dilindungi UU Nomor 5/1992.
’’Perubahan menjadi kawasan komersil tentu memunculkan aktivitas yang sangat besar. Jadi ke depan tidak hanya merusak fisik, tapi juga karakter sosial budayanya. Selama ini kawasan itu menjadi identitas Solo, karena itu jangan sampai dirusak,’’ jelasnya.
Tim ahli lainnya, Lego Karjoko SH MH dari FH UNS menambahkan, akan lebih tepat bila Pemkot membebaskan lahan tersebut dari kepemilikan pribadi. Hal ini sesuai Perpres 65/2006 tentang Pengadaan Tanah Untuk Umum. ’’Yang namanya kawasan cagar budaya itu diperuntukkan bagi umum. Lebih tepat bila tanah itu dibebaskan Pemkot agar tidak menyalahi UU. Konsekuensinya memang Pemkot harus mengalokasikan dana yang cukup besar untuk itu.’’
Kesalahan Pemerintah Namun dengan jaringan WHC (world heritage cities), Winny optimistis bisa mendapatkan dukungan dana untuk mengembalikan Benteng ke tangan Pemkot atau negara. ’’Ini memang kesalahan dari pemerintah lalu yang membiarkan cagar budaya yang semestinya dikuasai negara jatuh ke tangan pribadi,’’ imbuh Lego.
Lego yang memiliki spesialisasi hukum agraria itu menambahkan, jatuhnya kepemilikan Benteng Vasternburg ke tangan pribadi melanggar Keputusan Walikota Nomor 646/116/1/1997 tentang Penetapan Bangunan Kuno Bersejarah yang Dilindungi UU 5/1992 tentang Cagar Budaya. Dalam Keputusan disebutkan, terdapat 70 bangunan kuno yang ditetapkan menjadi cagar budaya.
Dalam SK tertanggal 31 Desember 1997 disebutkan, mengingat perkembangan fisik kota dalam kurun waktu dua dasawarsa ini sangat pesat yang dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan upaya pelestarian banguan/kuno/bersejarah/cagar budaya sebagai bangunan yang dilindungi UU Monumen (Monumenten Ordonantie) Stbl 1931 No.Pem.65/1/7/tanggal 5 Februari 1960.
’’Karena itu, langkah yang lebih tepat adalah Pemkot harus berupaya membebaskan lahan itu dari kepemilikan pribadi. Jangan sampai izin pendirian dari Pemkot dikeluarkan, meski pemilik sudah mengantongi rekomendasi dari BP3 (Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala-Red).’’ (G13-42)
Tak hanya itu, sanksi yang terdapat dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang juga menyebutkan, pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Hal itu diungkapkan Ketua Pansus RTRW, YF Sukasno, kemarin. Menurutnya, saat ini panitia khusus (pansus) DPRD Surakarta tengah membawah rancangan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah (Raperda RTRW). Di dalamnya memuat peruntukan kawasan Benteng Vasternberg yang tidak semestinya menjadi kawasan komersial.
’’Sebab lokasi itu merupakan segitiga kawasan emas budaya kota Solo. Benteng Vasternburg juga merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi UU 5/1992,’’ katanya seusai pembahasan Raperda RTRW, yang ditarget selesai pada November ini.
Tim ahli Pansus Raperda RTRW, Ir Winny Astuti MSc PhD dari Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitek FT UNS mengatakan, Benteng merupakan segitiga kawasan budaya kota yang harus dipertahankan. Sebab bila dibangun hotel, jelas akan merusak fisik bangunan yang termasuk cagar budaya yang dilindungi UU Nomor 5/1992.
’’Perubahan menjadi kawasan komersil tentu memunculkan aktivitas yang sangat besar. Jadi ke depan tidak hanya merusak fisik, tapi juga karakter sosial budayanya. Selama ini kawasan itu menjadi identitas Solo, karena itu jangan sampai dirusak,’’ jelasnya.
Tim ahli lainnya, Lego Karjoko SH MH dari FH UNS menambahkan, akan lebih tepat bila Pemkot membebaskan lahan tersebut dari kepemilikan pribadi. Hal ini sesuai Perpres 65/2006 tentang Pengadaan Tanah Untuk Umum. ’’Yang namanya kawasan cagar budaya itu diperuntukkan bagi umum. Lebih tepat bila tanah itu dibebaskan Pemkot agar tidak menyalahi UU. Konsekuensinya memang Pemkot harus mengalokasikan dana yang cukup besar untuk itu.’’
Kesalahan Pemerintah Namun dengan jaringan WHC (world heritage cities), Winny optimistis bisa mendapatkan dukungan dana untuk mengembalikan Benteng ke tangan Pemkot atau negara. ’’Ini memang kesalahan dari pemerintah lalu yang membiarkan cagar budaya yang semestinya dikuasai negara jatuh ke tangan pribadi,’’ imbuh Lego.
Lego yang memiliki spesialisasi hukum agraria itu menambahkan, jatuhnya kepemilikan Benteng Vasternburg ke tangan pribadi melanggar Keputusan Walikota Nomor 646/116/1/1997 tentang Penetapan Bangunan Kuno Bersejarah yang Dilindungi UU 5/1992 tentang Cagar Budaya. Dalam Keputusan disebutkan, terdapat 70 bangunan kuno yang ditetapkan menjadi cagar budaya.
Dalam SK tertanggal 31 Desember 1997 disebutkan, mengingat perkembangan fisik kota dalam kurun waktu dua dasawarsa ini sangat pesat yang dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan upaya pelestarian banguan/kuno/bersejarah/cagar budaya sebagai bangunan yang dilindungi UU Monumen (Monumenten Ordonantie) Stbl 1931 No.Pem.65/1/7/tanggal 5 Februari 1960.
’’Karena itu, langkah yang lebih tepat adalah Pemkot harus berupaya membebaskan lahan itu dari kepemilikan pribadi. Jangan sampai izin pendirian dari Pemkot dikeluarkan, meski pemilik sudah mengantongi rekomendasi dari BP3 (Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala-Red).’’ (G13-42)
0 comments: